Minggu, 13 Januari 2013

Shalahuddin Yusuf Al Ayyubi

Kali ini saya ingin sedikit bercerita…

tentang sesosok pahlawan Islam yg akan terus dikenang sepanjang masa… seorang mujahid besar yg tak pernah lelah memperjuangkan agamanya… seorang Sultan yg amat dicintai rakyat karena sikap zuhudnya…seseorang yg bisa bersikap lembut pada musuhnya tanpa mengurangi sedikitpun kewibawaannya.. seseorang yg sanggup merebut kembali Al Quds tercinta…dan yg jelas dia memang idola saya...
Shalahuddin Yusuf Al Ayyubi…

Lahir pada tahun 532 H di benteng Tikrit, lalu dibesarkan di Mosul dan Ba’albak. Shalahuddin adalah gelarnya, sedangkan al-Ayyubi nisbah keluarganya. Adapun nama sebenarnya ialah Yusuf bin Najmuddin. Ia tumbuh dibawah asuhan ayahnya sendiri Najmuddin Ayyub dan pamannya Asasuddin Syirkuh yg merupakan panglima tertinggi pasukan Sultan Nuruddin Zanki, penguasa Damaskus (Syiria) pd waktu itu.
Masa2 sebelum kelahiran pahlawan kita tercinta, Khilafah Abbasiyah masih berdiri tegak, dg berpusat di Baghdad. Akan tetapi wilayahnya terusa berkurang dg banyaknya daerah2 yg melepaskan diri dan membentuk negara (kesultanan) baru akibat rasa kecewa dan mosi tidak percaya terhadap khalifah yg berkuasa..Salah satunya adalah Kesultanan Zanki, dg Imaduddin Zanki (ayah Nuruddin) sebagai pendiri.

Sementara itu, dinasti Fathimiyyah yg beraliran syi’ah juga sedang menancapkan kekuasaan penuh di bumi Mesir, terus berupaya untuk menggoyang kekuasaan khalifah di Baghdad dan menyebarkan pahamnya yg tentu saja bertentangan dg aqidah ahlussunnah.
Kaum muslimin terpecah belah. Padahal Pasukan Salib semakin agresif melancarkan misinya melebarkan sayap ke bumi Islam. Sampai puncaknya, tahun 491 H/1098 M mereka berhasil merebut Baitul Maqdis dari tangan kita!!! Terjadilah tragedi luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Kaum kafir Kristen itu telah menyembelih penduduk awam Islam lelaki, perempuan dan kanak-kanak dengan sangat ganasnya. Mereka juga membantai orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen yang enggan bergabung dengan kaum Salib. Keganasan kaum Salib Kristen yang sangat melampaui batas itu telah dikutuk dan diceritakan oleh para saksi dan penulis sejarah yang terdiri dari berbagai agama dan bangsa. Pahlawan Salib yang berjasa itu berjalan menginjak-injak tumpukan mayat Muslimin, mengejar mereka yang masih berusaha dengan sia-sia melarikan diri. Raymond d' Angiles yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan bahwa “di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali tukang kuda prajurit.” Inilah akibatnya, ketika mayoritas masyarakat Muslim terlena dg perselisihan dan pertikaian antar mereka sendiri.
Imamuddin Zanki dan diteruskan oleh anaknya Nuruddin Zanki dengan dibantu oleh panglima Asasuddin Syirkuh.merupakan tokoh2 yg amat gigih memperjuangkan persatuan Islam, membebaskan tanah suci terjajah, dan berusaha memulai kembali ekspansi Islam. Merekalah yg menjadi sumber inspirasi, bagi Shalahuddin Al Ayyubi.

Rencana Sultan Nuruddin mempersatukan wilayah2 Islam untuk kemudian bersama melawan pasukan Salib dimulai dg penaklukan Mesir. Menghadapi kaum syi’ah disana, beliau kemudian mengirim sejumlah da’i dan ulama ke Mesir untuk menyatukan persepsi lapisan masyarakat bawah untuk bersiap menerima kedatangan pasukan yg membawa bendera persatuan Islam. Para da’i dan ulama ini (Ibnu Naja’, al Khabusyani, dll)-lah yg kemudian menyebarkan ajaran2 Islam yg benar di sana dan mengecam para pemimpin dinasti Fathimiyyah, mengecap mereka sbg zindiq yang tidak lepas dari pengaruh Yahudi.



Pada tahun 562 H/1167 M barulah pasukan dari Damaskus yg dipimpin oleh Panglima Asasuddin Syirukh dan keponakannya, Shalahuddin al Ayyubi memsauki wilayah Mesir. Bersamaan dg itu Pasukan Salib Eropa juga telah mendarat di bagian wilayah Mesir lainnya. Terjadilah beberapa pertarungan sengit. Akhirnya Mesir berhasil ditaklukan dengan terbunuhnya Perdana Menteri saat itu, Syawur, yg bersekutu dg Pasukan Salib.
Tahun 1169 M Asasuddin Syirukh diangkat oleh Khalifah Adhid Lidinillah (dinasti Fathimiyyah) sebagai Menteri dan Panglima Angkatan Perang Mesir. Sayangnya, dua bulan setelah pengangkatannya itu, dia berpulang ke rahmatullah. Shalahuddin ditunjuk sebagai penggatinya. Walaupun berada di bawah khliafah Fathimiyyah,tetap saja sejatinya Shalahuddin masih merupakan kepanjangan tangan dari Sultan Nuruddin di Damaskus.
Dan ketika Khalifah Adhid wafat, setelah mengalami sakit berkepanjangan, resmilah Shalahuddin menjadi penguasa negeri Mesir. Ia menjadi pemimpin bijak yg amat dicintai rakyatnya. Kehidupan Shlahahuddin di Mesir amat kental dg nuansa religius. Shalahuddin berguru pada ulama2 besar, yg paling populer adalah Quthbuddin an Naisaburi, yg mengarang buku ‘Aqidat al Islam sebagai pegangan dirinya dan anak2nya. Ia sendiri merupakan ahli fiqih. Mempelajari fiqih mazhab Syafi’i dan hadis dari Abu Thahir as Silafi dan ulama lainnya.Ada yg menyatakan bahwa Shalahuddin hafal Al Qur’an, kitab at Tanbih dalam bidang fiqih dan al Hamasah dalam bidang puisi. Ia juga bersikap zuhud dan selalu mementingkan rakyatnya.
Ini adalah hal yg amat luar biasa mengingat masa muda-nya yang bukan hanya jauh dari nilai2 Islam, tapi juga penuh hura-hura khas anak muda. Titik tolak perubahan kepribadian seorang Shalahuddin dimulai saat ia bergabung dengan pasukan pamannya, yg juga disebut sbg Mu’askar ‘Aqidy (pasukan yg mengusung nilai2 luhur aqidah Islam). Disinilah kemudian Shalahuddin menyadari dan memahami Islam yg sebenarnya. Mulai saat itu pemikiran2 pamannya juga Sultan Nuruddin tentang persatuan Islam merasuki dirinya. Ia beratubat dan meninggalkan gaya hidup bergelimang kenikmatan untuk kehidupan yg lebih serius dan sungguh2. Dan ia tetap konsisten dg jalan hidup baru yg dipilihnya hingga akhir hayatnya. Jihad fi Sabilillah, selalu memnuhi benaknya.
Atas dasar persatuan Islam pula-lah, Shalahuddin melenyapkan sisa2 kekuatan dinasti Fathimiyyah, serta pengikutnya yg beraliran syi’ah. Al Azhar, pada saat itu dikenal sebagai pusat studi ilmu2 syi’ah, ditutup selama 17 tahun. Mahasiswanya dipulangkan. Dosen lama diganti dg dosen2 baru beraliran sunni yg ditangkan dari berbagai penjuru bumi Islam. Jadilah Al Azhar sebagaimana yg kita kenal sekarang, universitas Islam terbesar di dunia.
Ekspansi kaum Muslimin (via pasukan Nuruddin) terus berlanjut, berhasil merebut kembali 50 kota dari tangan Pasukan Salib.Target selanjutnya : Baitul Maqdis.
Sayang, ajal terlebih dulu menjemput sang Sultan pada thn 569 H/1174 M. Shalahuddin al Ayyubi bertekad mewujudkan impian pendahulunya.
Pengganti Nuruddin di Syiria, Malik ash-Shaleh, masih berusia 11 tahun. Sebagai seorang bocah, ia amat mudah dipengaruhi orang2 disekelilingnya. Atas saran Gumushtagin, ia mundur dari Damaskus menuju Aleppo. Ini membuat Pasukan Salib (Perancis) berhasil menduduki Damaskus dg amat mudah tanpa perlawanan. Rakyat geram dibuatnya. Begitu juga Shalahuddin al-Ayyubi, yang kemudian segera berangkat ke Damaskus dengan suatu pasukan yang kecil dan merebut kembali kota itu. Ketika Malik ash-Shaleh meninggal dunia pada tahun 1182 Masehi, Shalahuddin kemudian menyatukan Mesir dan Syiria dan mendirikan dinasti baru, Al Ayyubi.
Tidak lama kemudian, Shalahuddin dapat menggabungkan negeri-negeri An-Nubah, Sudan, Yaman dan Hijaz ke dalam daerah kekuasaannya. Negara di Afirka yang telah diduduki oleh laskar Salib dari Normandy, juga telah dapat direbutnya dalam waktu yang singkat. Dengan ini, cukuplah modal yg dibutuhkan untuk merebut kembali Baitul Maqdis yg telah lama dikuasai Pasukan Salib.



Singkat cerita --toh dah banyak yg nyeritain ttg ini, dan pasti dah banyak pula yg hafal ^_^ -- tahun 1193 M kaum Muslimin berhasil memasuki Al Quds tanpa pertumpahan darah yg berarti, layaknya dahulu Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. ketika menjejakkan kaki di bumi Palestine.
Shalat Jum’at pertama di masjid Al Aqsha, masjid begitu sesak dg kaum muslimin yg tak kuat menahan cucuran air mata tumpahan rasa haru. Shalahuddin meminta Ibn az Zaki asy Syafi’i untukmenyampaikan khutbah Jum’at. Dimulai dg mengutip firman Alloh swt:
“ Maka orang2 yg zalim itu dimusnahkan sampai ke akar2nya. Segala puji bagi Alloh, Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al An’am : 45).
Disertai pula dg gambaran berbagai keistimewaan Baitul Maqdis : Kiblat yang pertama, masjid kedua, tanah suci ketiga. Tempat penghimpunan (mahsyar) dan pemisahan (mansyar) seluruh manusia di hari kiamat. Tempat tinggal para nabi dan tujuan para wali.
Tetapi sayang, Shalahuddin al Ayyubi tidaklah ditakdirkan untuk lama merasakan nikmat perdamaian. Kondisi fisiknya terus melemah dan mengalami komplikasi berbagai macam penyakit, hingga akhirnya meninggal pada tahun 589 H/ 1194 M dan dimakamkan di sebelah makam Nuruddin Zanki.Hingga wafatnya, ia tidak pernah termasuk orang yg wajib berzakat karena sekian banyak sedekah telah menguras habis sluruh kekayaannya. “Hari itu merupakan hari musibah besar, yang belum pernah dirasakan oleh dunia Islam dan kaum Muslimin, semenjak mereka kehilangan Khulafa Ar-Rasyidin” demikian tulis seorang penulis Islam.
Hmmm… demikianlah kisah singkat perjalanan hidup pahlawan kita… Ya, ini memang hanya penggalan sejarah masa silam.. Tapi, saya percaya banyak hikmah dan ibrah yg bisa kita ambil dari sejarah.. Seperti halnya Shalahuddin al Ayyubi yg menghidupkan peringatan maulid Nabi untuk mengkaji shiroh Rasul demi menghidupkan semangat jihad pasukannya… Jadi, kenapa kita tidak mengambil pula spirit dan ghiroh tingginya dalam upaya pemersatuan Islam… membebaskan Palestina tercinta…memerdekakan saudara2 kita di Irak, Afghan, Chechnya…
Shalahuddin bukanlah manusia setengah malaikat yg tanpa cela. Ia, seperti sebagian besar dari kita, pernah mengalami satu masa dalam hidup yg isinya penuh dg kesia-siaan belaka. Tapi persentuhannya dg Islam mengubah segalanya. Merombak total kepribadiannya. Seperti yg pernah dijabarkan oleh Ibnu Taimiyah : “Orang yg mengetahui dan merasakan kejelekan, kemudian mengetahui dan merasakan kebaikan, maka cintanya kepada kebaikan dan bencinya kepada kejelekan niscaya akan melebihi orang yg tidak pernah mengalaminya..”
Biografi Salahudin Al-Ayubi (1138 - 1193 M)
Shalahuddin Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.
Salahudin Al-Ayubi atau tepatnya Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin/salahadin (menurut lafal orang Barat) adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh (sejarah) Islam.

Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan/organisasi muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang tahun menurut penanggalan kalender Masehi.

Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).

Dinobatkannya Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin, Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Sholahuddin. Shalih Ismail terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun 1181. Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan Islam di Mesir kembali kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Dalam menumbuhkan wilayah kekuasaannya Shalahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, terkecuali satu hal yang tercatat adalah Shalahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of Montgisard melawan Kingdom of Jerusalem (kerajaan singkat di Jerusalem selama Perang Salib). Namun mundurnya Sholahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Châtillon pimpinan perang dari The Holy Land Jerusalem memrovokasi muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke Makkah dan Madinah. Lebih buruk lagi Raynald mengancam menyerang dua kota suci tersebut, hingga akhirnya Shalahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerusalem di tahun 1187 pada perang Battle of Hattin, sekaligus mengeksekusi hukuman mati kepada Raynald dan menangkap rajanya, Guy of Lusignan.

Akhirnya seluruh Jerusalem kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jerusalem pun runtuh. Selain Jerusalem kota-kota lainnya pun ditaklukkan kecuali Tyres/Tyrus. Jatuhnya Jerusalem ini menjadi pemicu Kristen Eropa menggerakkan Perang Salib Ketiga atau Third Crusade.

Perang Salib Ketiga ini menurunkan Richard I of England ke medan perang di Battle of Arsuf. Shalahuddin pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan invincibilty Sholahuddin. Dalam kemiliteran Sholahuddin dikagumi ketika Richard cedera, Shalahuddin menawarkan pengobatan di saat perang di mana pada saat itu ilmu kedokteran kaum Muslim sudah maju dan dipercaya.


Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, di mana Jerusalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya Shalahuddin meninggal dunia di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris. Bahkan ketika rakyat membuka peti hartanya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang membutuhkannya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWx6XxRVGt_QkDAlZ9dpKbPEq9BY5NeEjnLI1Rggn3efwFqxoGex1ForwsXuqghELOBXaR0tYlHh9AOYYLCMO9bxUdcSG6uA_ubC3C6L7jpiJzuTjqUDr5I-9-6Zchz47IA0Zya2z7Vote/s1600/rasul-saw.jpg

Data lengkap tentang King Salahudin Al-Ayubi
Memerintah 1174 M. – 4 Maret-1193 M.
Dinobatkan 1174 M.
Nama lengkap Yusuf Ayyubi
Lahir 1138 M. di Tikrit, Iraq
Meninggal 4 Maret-1193 M. di Damaskus, Syria
Dimakamkan Masjid Umayyah, Damaskus, Syria
Pendahulu Nuruddin Zengi
Pengganti Al-Aziz
Dinasti Ayyubid
Ayah Najmuddin Ayyub

Selain dikagumi Muslim, Shalahuddin atau Saladin/salahadin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya adalah The Talisman (1825) karya Walter Scott.

Masa lalu memang tidak mudah pergi meskipun kita seperti tak ingin menengoknya. Bahkan di salah satu tembok Masjid Umayyah yang dulu adalah Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-Mu, ya, Kristus, adalah kerajaan abadi...."

Tapi jika masa lalu tak mudah pergi, dari bagian manakah dari Saladin yang akan datang kepada kita kini? Dari ruang makamnya yang kusam, mitos apa yang akan kita teruskan? Kisah Saladin adalah kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar cerita dahsyat bagaimana agama-agama telah menunjukkan kemampuannya untuk memberi inspirasi keberanian dan ilham pengorbanan - yang kalau perlu dalam bentuk pembunuhan.

Tapi sebagian besar kisah Saladin - yang tersebar baik di Barat maupun di Timur dari sejarah Perang Salib yang panjang di abad ke- 12 itu - adalah juga cerita tentang seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sebenarnya tak ingin menumpahkan darah. Saladin merebut Jerusalem kembali di musim panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Dan ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.

"Anakku," konon begitulah pesan Sultan itu kepada anaknya, az-Zahir, menjelang wafat, "...Jangan tumpahkan darah... sebab darah yang terpercik tak akan tertidur."

Dalam hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang tampaknya dilakukan Saladin. Meskipun tak selamanya ia tanpa cacat, meskipun ia tak jarang memerintahkan pembunuhan, kita toh tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam itu bersikap baik kepada Raja Richard Berhati Singa yang datang dari Inggris untuk mengalahkannya. Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.

Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang sebaik itu. Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari abad ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah sebenarnya masa silam?

Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di tahun 1970-an, saya kembali ke pusat Damaskus, lewat lorong bazar yang sibuk di depan Masjid Umayyah. Kota itu riuh, keriuhan yang mungkin tanpa sejarah.

l9 Januari 1991

(Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 4, Grafiti, 1995, h.
388-390)

Ref : http://yulian.firdaus.or.id/
http://m0emets.blogspot.com/2007/11/salahudin-al-ayubi.ht

1 komentar: